PK IMM FISIPOL UMY
Fastabiqul khairat

Memahami Teori Dasar dan Tujuan Ghazwul Fikr

Spread the love
Sumber: Istockphoto.com

Oleh: Zakiyan Fikri Zharfan (Kader IMM Fisipol UMY)

Perang secara fisik dapat dikatakan sudah semakin sedikit jumlahnya seiring berjalannya waktu, alasannya tentu terlalu mahal biayannya baik dari segi SDA, SDM maupun waktu yang diperlukan. Namun, satu hal yang perlu ditekankan dan diingat, perang secara non fisik sebenarnya masih terus berlanjut sampai saat ini. Perang inilah yang selanjutnya biasa disebut sebagai ghazwul fikr. Selanjutnya, perlu diperhatikan jika mengambil sudut pandang dari segi kebahasaan, ghazwul fikri terdiri dari dua kata, yaitu ghazwah dan fikr. Ghazwah berarti serangan. Sedangkan fikr berarti pemikiran. Jadi, dari sini dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa secara bahasa ghazwul fikri dapat diartikan atau dimaknai sebagai serangan pemikiran (Bahron Ansori : Ghazwul fikr dan kelompok penebar permusuhan).

Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa ghazwul fikr identik dengan perang ideologi, perang politik, perang budaya, perang ekonomi, dan lain sebagainnya. Intinnya hal tersebut merupakan peperangan dengan pola, formasi, atau strategi yang sangat berbeda dan dinamis dari perang konvensional pada umumnya atau dalam bahasa yang lebih sederhana dari sudut pandang orang awam adalah perang tembak-tembakan secara frontal seperti yang terjadi pada masa perang dunia pertama dan kedua. Perang ini lebih menekankan pada penggunaan senjata berwujud tulisan, ide-ide, teori, argumentasi, propaganda, media, dialog, dan lain sebagainnya. Perlu diingat dan digaris bawahi bahwasannya pola dan formasi yang berbeda dalam ghazwul fikr ini memiliki dampak dan pengaruh buruk yang lebih besar ditimbulkan daripada perang-perang sebelumnya seperti yang terjadi di perang dunia pertama dan perang dunia kedua. Jika dalam perang-perang sebelumnya dampaknya hanya dirasakan oleh generasi yang hidup pada saat itu, namun berbeda halnya dengan ghazwul fikr yang dampaknya dapat dirasakan oleh anak keturunan sebuah bangsa atau negara dalam beberapa generasi kedepan.

Menurut kabar yang beredar, orang yang pertama kali menginisiasi strategi baru dalam menaklukkan musuh secara efektif dan efisien adalah raja Louis IX pemimpin kerajaan Prancis pada awal abad ke-13 masehi. Singkat cerita, setelah ditawan oleh musuhnya di daerah Al-Manshuriyah Mesir pada perang salib ke VII2 (Ibrahim, Saleh : Buku pintar sejarah islam, Penerbit : Serambi), ia menulis pengalamannya setelah ditawan dan salah satu tulisannya yang menarik adalah sebagai berikut :

“Setelah melalui perjalanan panjang, segalanya menjadi jelas bagi kita. Kehancuran kaum muslimin dengan jalan konvensional (perang fisik) adalah mustahil. Karena mereka memiliki metode yang jelas dan tegas diatas konsep jihad fii sabilillah. Dengan metode ini, mereka tidak pernah mengalami kekalahan militer.” Ia melanjutkan: “Barat harus menempuh jalan lain (bukan militer). Yaitu jalan ideologi dengan mencabut akar ajaran itu dan mengosongkannya dari kekuatan, kenekatan dan keberanian. Caranya tidak lain adalah dengan menghancurkan konsep-konsep dasar Islam dengan berbagai penafsiran dan keragu-raguan.”

Perlu diketahui bahwa dalam menyimpulkan ghaazwul fikr memiliki beberapa kata kunci, diantarannya adalah sebagai berikut :

  1. Ifsadul akhlak (merusak akhlak), yaitu merusak etika dan moral serta karakter dan akhlaq melalui budaya permissivisme (paham serba boleh) dan hedonisme (paham mengejar kenikmatan materi) sebagai salah satu contohnya.
  2. Tahthimul fikrah (menghancurkan pemikiran), yaitu membelokkan pola pikir masyarakat dengan menumbuhkan berbagai ideologi asing yang bertentangan dengan ajaran Islam, seperti: atheisme, materialisme, komunisme, liberalisme, dan lain-lain.
  3. Idzabatus syakhshiyyah (melarutkan kepribadiaan), yaitu memanipulasi karakter sehingga merasa malas dalam beramar ma’ruf nahi munkar atau merasa bangga terhadap budaya atau sikap yang menyimpang dari nilai-nilai ajaran agama. Misalnya karena alasan HAM, sebagian masyarakat justru menaruh simpati dan empati dengan ikut membela, mentolerir, memaklumi, berkontribusi atau bahkan melegalkan aktivitas yang bertentangan dengan nilai-nilai kepribadian luhur bangsa, agama, dan negara. Sebagai contoh adalah LGBT (Lesbian, Guy, Biseksual dan Transgender) serta berpikir segalannya dengan logika rasionalita tanpa melibatkan logika mistika.
  4. Ar-Riddah (murtad), yaitu lunturnya rasa tanggung jawab terutama terhadap agama serta mengingkarinya, bahkan keluar dari agama.

Sasaran utama dari ghazwul fikr ini adalah rusaknya kepribadian masyarakat terhadap sesamannya, lingkungannya atau bahkan negarannya. Jika mengutip dari pendapat Syaikhu Al-Azhar Ali Abdul Halim Mahmud3 (Abdul Halim : Al-Ghazwul Fikri wat Tiyaratul Muadiyah Lil-Islam) yang seorang guru besar di Universitas Al-Azhar Mesir pada pertengahan abad ke-20, beliau menyatakan bahwa ghazwul fikr merupakan sebuah usaha dalam mencapai tujuan tertentu dengan cara sebagai berikut :

  1. Bangsa yang lemah atau sedang berkembang, tunduk kepada negara penyerbu.
  2. Semua negara, negara Islam khususnya, agar selalu menjadi pengekor setia negara-negara maju, sehingga terjadi ketergantungan di segala bidang.
  3. Semua bangsa, bangsa Islam khususnya, mengadopsi ideologi dan pemikiran kafir secara membabi buta dan serampangan, berpaling dari manhaj Islam, Al Quran dan Sunnah.
  4. Bangsa-bangsa mengambil sistem pendidikan dan pengajaran negara-negara penyerbu.
  5. Umat Islam terputus hubungannya dengan sejarah masa lalu, sirah nabinya dan salafus saleh.
  6. Bangsa-bangsa atau negara-negara yang diserbu menggunakan bahasa penyerbu.
  7. Ghazwul fikri adalah upaya melembagakan moral, tradisi, dan adat-istiadat bangsa penyerbu di negara yang diserbunya.

Oleh karena itu, dari sini Al- Qur’an telah mengingatkan kepada kita semua tentang bahaya dari efek yang ditumbulkan dari adannya ghazwul fikr ini, kurang lebih seperti yang tertuang dari dalil  berikut ini :

“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka). Maka janganlah kamu jadikan di antara mereka penolong-penolong(mu), hingga mereka berhijrah pada jalan Allah.” (QS. An-Nisa : 89)

Dari materi yang telah dijelaskan, kita dapat menyimpulkan bahwa ghazwul fikr merupakan serangan pemikiran yang lebih mengarah pada ideologi, budaya, ekonomi, politik, filsafat, dan lain sebagainnya kepada sebuah bangsa atau negara agar kehilangan jati dirinnya untuk selanjutnya dapat dikuasai oleh kekuatan asing dengan segala kepentingannya.

Editor: Dimas Adi N

You may also like...