PK IMM FISIPOL UMY
Fastabiqul khairat

Refleksi 76 Tahun Indonesia: Merdeka dari Belenggu Nafsu

Spread the love

By. Dimas Adi

Seberapa luas sayap kebhinekaan yang telah kita kepakkan?, pertanyaan ini akan mengawali coretan yang semoga dapat menjadi bahan reflektif menuju momen akbar peringatan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus ditahun ini. Semangat persatuan, kiranya menjadi kalimat yang hampir selalu diulang oleh seluruh para pemimpin negeri ini kala memperingati hari kemerdekaan. Bak bara api yang memicu kobaran api yang lebih besar, semangat persatuan juga selalu digadang-gadang menjadi pondasi dasar bagi cita-cita maupun visi negeri yang maju, baik secara ekonomi, maupun  kesejahteraan sosial.

Upaya menuju persatuan dalam perjalanannya kiranya sudah tuntas. Hal ini dapat dibuktikan dengan lahirnya Pancasila sebagai pondasi mutlak bagi tiang-tiang penyangga negeri ini yang terdiri dari berbagai macam keberagaman didalamnya, baik suku maupun kepercayaan. Pancasila adalah sebuah mahakarya, mahakarya dari keberagaman, mahakarya dari sebuah kerelaan, dan mahakarya dari suatu cita-cita yang besar. Pernahkah kita menilik pada dunia luar kemudian berkaca kembali pada bangsa kita seraya berfikir, “boleh jadi bangsa Indonesia adalah anugerah dan bukti dari tuhan bahwa manusia dapat hidup diatas keberagaman yang indah”.

Akan tetapi, kadang kala hal itu bisa jadi sirna ketika mata dan nurani kita melihat realitas bangsa ini belakangan. Maka menjadi sebuah hal yang lumrah apabila muncul sebuah pertanyaan, mengapa masih saja terjadi konflik baik vertikal maupun horizontal yang melibatkan berbagai latarbelakang pada bangsa ini? Apa penyebabnya dan bagaimana cara menuntaskannya?, Pancasila sebagai sebuah ideologi persatuan sejatinya sudah selesai sedari dulu, bahkan secara mufakat. Akan tetapi, Pancasila sebagai sebuah prinsip normatif yang harus dijunjung kiranya harus terus dirawat sampai kapan pun, karena bagaimana pun juga Pancasila merupakan pondasi dasar sehingga bangsa ini masih bertahan menjelang usianya yang menuju 1 abad.

Pandemi Momentum Berbenah

Kita seakan tidak pernah berhenti membicarakan Pancasila, mulai dari mereka yang paling merasa pancasilais menurut versinya masing-masing, hingga oknum yang merasa bahwa pancasila bukanlah ideologi yang tepat bagi bangsa ini sehingga melakukan upaya-upaya untuk merubahnya. Melihat masih maraknya fenomena tersebut, sudah semestinya kita cukupkan hal tersebut sampai pada taraf bahwa Pancasila sudah selesai baik secara definisi maupun susbstansi. Sehingga, tugas kita sebagai generasi penerus bangsa saat ini hanyalah berupaya konsisten untuk mengamalkan nilai-nilai yang ada didalamnya, karena bagaimana pun juga konflik-konflik tersebut hadir sebagai akibat dari tidak konsisten dan menyimpangnya penafsiran maupun penerapan nilai-nilai Pancasila yang ada sejauh ini.

Pandemi Covid-19 yang menjadi krisis multidimensi yang masih kita alami hingga saat ini adalah momentum bagi seluruh elemen bangsa Indonesia untuk saling kembali bersatu. Bersatu yang dimaksudkan disini tidak hanya sebatas pada momentum-momentum kebangsaan seperti halnya melakukan upacara bendera dan mendengarkan ucapan-ucapan para pemangku kepentingan yang senantiasa menyampaikan semangat persatuan dalam konteks seremonial saja, sedangkan dalam prakteknya masih nol besar. Akan tetapi, persatuan yang selalu digaungkan seharusnya dibuktikan langsung dengan praktek, dalam hal ini saling bahu-membahu untuk menuntaskan perjalanan panjang mengakhiri pandemi ini.

Bagi masyarakat, hal ini dapat menukil dari sila ke-2 yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dengan cara saling tolong menolong antara satu dengan yang lain, baik secara materil maupun moril dalam konteks horizontal. Di sisi lain, dalam konteks vertikal, hal ini dapat diupayakan melalui pembuatan dan pelaksanaan kebijakan secara konkrit  yang tentunya melalui kajian mendalam berdasarkan analisa dan kebutuhan yang tepat.

Merdeka atas Belenggu Nafsu

Secara sekilas, praktek diatas mudah saja dilakukan. Namun dalam faktanya, hingga kini bangsa ini masih saja berada pada pusaran polemik yang lagi-lagi sama yakni mengenai masalah ekonomi, sosial dan kesejahteraan. Terlebih lagi, pandemi ini seakan berhasil membuka carut-marut sistem dan pengelolaan negara yang selama ini diamanahkan kepada para pemangku kepentingan.

Permasalahan yang berlarut-larut tersebut tak lain disebabkan oleh miss-orientasi pada pemangku kepentingan yang menjadikan posisi dan kekuasaan sebagai tujuan untuk melepas dahaga nafsu belaka. Sehingga ideologi Pancasila sebagai nilai luhur dan dasar normatif seakan tidak menujukan kesaktiannya lagi. Maka dari itu, sudah menjadi pekerjaan rumah bagi kita bersama dan juga para pemangku kepentingan untuk berupaya keras melepas belenggu keterjajahan atas hawa nafsu pribadi yang selalu merongrong. Karena entah bagaimanapun juga, polemik yang sama dan berkepanjangan ini tidak lain disebabkan oleh masih terbelenggunya kita dengan nafsu pribadi semata. Sehingga kita semakin abai, baik terhadap sekitar, lebih-lebih pada nilai pancasila yang selalu kita gaungkan.

Bukankah Pancasila sebagai ideologi mufakat tercipta atas kerelaan kepentingan-kepentingan baik pribadi maupun kelompok dan fatsun politik yang dipraktekkan langsung oleh para Founding Fathers negeri ini? oleh karena itu, sesungguhnya Pancasila sudah menunjukan taringnya sehingga bangsa ini bersatu. Maka dari itu, pada momentum Dirgahayu Indonesia yang ke-76 ini sudah semestinya kemerdekaan atas belenggu nafsu selama ini adalah langkah reflektif bagi kita untuk berupaya merawat Pancasila dan menghantarkan bangsa ini menuju cita-citanya.

Merdeka Indonesiaku!

Sleman, 17 Agustus 2021.

You may also like...